Selasa, 16 Oktober 2012
tangan ini pernah membelai cintamu
tangan ini rasakan hanganya kasihmu
tangan ini usap air matamu
bersamanya selalu ukir kenangan tentangmu
bersamanya jalani waktu dengan bayangmu
bersamanya lewati cerita demi cerita
bersamanya arungi berjuta mimpi
namun
ketika dia terluka
tak ada kata "kau" di
sampingnya
tak peduli sesakit apa dia
kisahmu dan hanya kisahmu
tangan ini bernamakan "milikmu"
Sabtu, 13 Oktober 2012
Rabu, 10 Oktober 2012
picture taken from here |
Minggu, 07 Oktober 2012
kambang bungas gugur ka tanah.
Tapancar banyu mata.
Taganang ristaan ka batin.
Langit nang dahulu satu warna.
Tarubah tatambahi warna hirang.
Hujan kada lagi bungas.
Mehambur ingatan jantung hati.
Hati nang ramuk.
Hati nang rusak.
Hati nang patah.
Hati nang kada sempurna.
Wayah pian di lain waktu
arti hidup dipertanyakan pikiranku
Sabtu, 06 Oktober 2012
Bersiap menatap langit
Tanda akhir pertemuan mengemuka
Juga memulai pertemuan
Sepasang sayap membentang
Indah
Hasil karyamu
Pemberian ayah dan ibuku
Sepasang sayap
Bukti cinta dan kasihmu
langkahku menuju langit
Bekalku arungi angkasa raya
Terima Kasih
sangkaan dari firasat lalu
pernah dikira telah musnah
sekali lagi merangkak naik ke langit
bentuk menguning dedaunan
melayang dipikiran sang angin
mulai meranggas berjatuh
tersisa tulang kering menggontai
tak lagi secepat kembali ke hijau
tapi inilah waktu semua tentangnya
cahaya emas di dalamnya
berlalu dengan dingin waktu ini
terbersit secercah harapan
tentangnya
tentang musim ini
setitik ingatan dalam aliran takdir
Jumat, 05 Oktober 2012
Hitam di atas putih
Jika putih itu tak lagi punya arti.
Dan hitam selalu hitam.
Angin juga tak lagi peduli
Akan terang atau gelap
Selalu berbisik
Berita rumput yang menari-nari
Butiran kenangan
Seolah hapus ingatan
Tapi hadirkan cerita lalu.
Melukai dengan puingnya.
Penyesalan tak punya arti
Jika yang putih merasa putih
Dan hitam selalu hitam.
Bukan titipan maaf.
Sabtu, 04 Agustus 2012
Pagi ini
Ketika angin bertiup dingin.
Malam bernyanyi sepi.
Berselimut embun
Pagi ini
Ku terkenang lagi tentangmu.
Kenangan cermin kenangan.
Yang hanya tinggal puing - puing
Di pagi ini juga
Kembali ku berharap tentangmu.
Berharap satukan lagi puing yang dulu.
Melihat lagi jalan masa lalu.
Satu yang pasti.
Aku bodoh.
Sepasang sayap ini palsu.
Miliki asa untuk terbang.
Menatap langit yang lebih tinggi.
Menyelam kembali dalam angin.
Sayap ini tak bisa lagi mengepak.
Hanya mampu diam tak bernyawa.
Dingin tanpa rasa.
Namun diam bukan pasrah.
Sayap ini punya hati.
Ingin kembalikanku ke langit.
Terbangkan asaku sekali lagi
Kembali kepangkuanmu.
Sayap ini
My second wings.
Kaki ini berhenti di persimpangan.
Kau dan dia
Tak ada yang searah.
Bisakah terpisah?
Langit berkata untuk kau.
Bumi mengaku bersama dia.
Permusuhan kau dan dia.
Mencinta dia atau kau.
Ingin biarkan waktu putuskan.
Waktu juga bukan pengadil
Untuk kau dan dia
Langkah selanjutnya adalah penentu.
Sabtu, 18 Februari 2012
Salahku bermain dengan keindahaan, bermain dengan panas bara cinta, api yang setiap saat bisa membuatku jadi debu.
Aku kira dulu aku punya air untuk memadamkannya, tapi ternyata terlambat untuk kupadamakan dan terlanjur menghanguskan kata setia di hatiku.
Entah apa yang kurasakan sekarang.
Aku ingin setia, tapi aku juga tak begitu saja rela memadamkan api lainnya.
Memilih api mana yang harus kupeluk, dan yang satunya akan padam.
Seolah membalik telapak tangan saja susah buatku.
Kenapa?
Kenapa aku tak bisa miliki kedua api ku?
Kenapa aku harus memilih?
Aku hanya ingin jadi kayu yang dibakar kedua apiku, kenapa tidak bisa?
Kayu lain mendesakku menuju api yang lain tapi melihat apiku yang satunya tertawa sedih, aku tak sanggup.
Kenapa tidak apiku yang lain yang memilih kayu lain untuk dibakar dan pergi dariku?
Tapi apa aku juga bisa begitu saja relakan apiku membakar kayu lain?
Jangaaaann !!!!!
Kau milikku, aku lah yang harus dia bakar !
Dilema yang kusebabkan sendiri, yang tak bisa kuputuskan.
Atau haruskah kupadamkan kedua apiku? Jadi bila akau tak bisa di bakar api-apiku maka kayu lainpun tidak.
Maafku aku api – apiku!
Aku yang tak bisa pilih di antara kalian, aku tak bisa pilih kau yang lebih dulu bakarku, atau kau yang dating dengan hangat dan perlahan membakar setiaku.
Maafkan aku !
Aku ingin miliki kalian berdua.
Tapi ……….
Tapi ……….
Salahku bermain dengan keindahaan, bermain dengan panas bara cinta, api yang setiap saat bisa membuatku jadi debu.
Aku kira dulu aku punya air untuk memadamkannya, tapi ternyata terlambat untuk kupadamakan dan terlanjur menghanguskan kata setia di hatiku.
Entah apa yang kurasakan sekarang.
Aku ingin setia, tapi aku juga tak begitu saja rela memadamkan api lainnya.
Memilih api mana yang harus kupeluk, dan yang satunya akan padam.
Seolah membalik telapak tangan saja susah buatku.
Kenapa?
Kenapa aku tak bisa miliki kedua api ku?
Kenapa aku harus memilih?
Aku hanya ingin jadi kayu yang dibakar kedua apiku, kenapa tidak bisa?
Kayu lain mendesakku menuju api yang lain tapi melihat apiku yang satunya tertawa sedih, aku tak sanggup.
Kenapa tidak apiku yang lain yang memilih kayu lain untuk dibakar dan pergi dariku?
Tapi apa aku juga bisa begitu saja relakan apiku membakar kayu lain?
Jangaaaann !!!!!
Kau milikku, aku lah yang harus dia bakar !
Dilema yang kusebabkan sendiri, yang tak bisa kuputuskan.
Atau haruskah kupadamkan kedua apiku? Jadi bila akau tak bisa di bakar api-apiku maka kayu lainpun tidak.
Maafku aku api – apiku!
Aku yang tak bisa pilih di antara kalian, aku tak bisa pilih kau yang lebih dulu bakarku, atau kau yang dating dengan hangat dan perlahan membakar setiaku.
Maafkan aku !
Aku ingin miliki kalian berdua.
Tapi ……….
Tapi ……….
Jumat, 17 Februari 2012
Kenapa semua ini tak bisa mengerti aku, seperti langit yang seolah menertawakanku, seperti waktu yang tak pedulikanku dan terus berlari.
Aku tak lebih dari sebatang kayu yang punya akar tapi kurang dahan dan daun apalagi buah
Bertahan kokoh seolah kuat tapi takkan bisa bertahan lama.
Liat aku sekarang.
Aku bahkan tak mengerti arti kata “suka”, tapi masih mengerti siapa kau di hatiku, mengerti siapa pemilik kerajaan hatiku walau kerajaan itu kini kehilangan pemiliknya.
Aku benci air mata palsu hujan, seolah ikut bersedih bersamaku namun membawa kenangan indah tentangnya, gemiciknya terus membisikkan padaku
“ingatkah kau saat kau memayunginya di bawahku?”
“ingatkah kau kenangan kau mengejarnya yang berlari di bawahku?”
“ingatkah kau ingatan tentangnya yang memelukmu dalam dinginku?”.
Aku memang telah kehilangannya.
Dia memang telah melepas rantai hatiku.
Tapi aku tak mengerti kenapa aku masih tak bisa sedikitpun berhenti menambatkan rinduku padanya, kenapa aku masih rela membuang waktuku hanya untuk bercumbu denagan bayangnya.
Jangan tanya aku, angin!
Aku sama sekali tak mengerti kenapa.
Kau, angin malam, terus saja memintaku membuang semua tentangnya, tapi kau tau membuang bayangnya juga sebuah cakaran di hatiku.
Kau terus bilang bahwa aku akan bahagia dengan yang lain, tapi itu tak terjadi padaku, kau tau bahkan mengenal kata “suka” seperti mengerti rumusan kimia yang tak pernah sama sekali kuketahui, apalagi meletakkan hatiku pada hati yang lain.
Kalian para angin, yang kalian lakukan hanya menabah satu lagi sayatan hatiku, bisakah kalian berhenti ikut campur dalam lukaku.
Diamlah!
Aku hanya ingin menulis ulang ceritaku dengannya, kali ini takkan ada akhir.