Sabtu, 18 Februari 2012

Kayu dan Dua Api

Ini memang salahku
Salahku bermain dengan keindahaan, bermain dengan panas bara cinta, api yang setiap saat bisa membuatku jadi debu.
Aku kira dulu aku punya air untuk memadamkannya, tapi ternyata terlambat untuk kupadamakan dan terlanjur menghanguskan kata setia di hatiku.
Entah apa yang kurasakan sekarang.
Aku ingin setia, tapi aku juga tak begitu saja rela memadamkan api lainnya.
Memilih api mana yang harus kupeluk, dan yang satunya akan padam.
Seolah membalik telapak tangan saja susah buatku.
Kenapa?
Kenapa aku tak bisa miliki kedua api ku?
Kenapa aku harus memilih?
Aku hanya ingin jadi kayu yang dibakar kedua apiku, kenapa tidak bisa?
Kayu lain mendesakku menuju api yang lain tapi melihat apiku yang satunya tertawa sedih, aku tak sanggup.
Kenapa tidak apiku yang lain yang memilih kayu lain untuk dibakar dan pergi dariku?
Tapi apa aku juga bisa begitu saja relakan apiku membakar kayu lain?
Jangaaaann !!!!!
Kau milikku, aku lah yang harus dia bakar !
Dilema yang kusebabkan sendiri, yang tak bisa kuputuskan.
Atau haruskah kupadamkan kedua apiku? Jadi bila akau tak bisa di bakar api-apiku maka kayu lainpun tidak.
Maafku aku api – apiku!
Aku yang tak bisa pilih di antara kalian, aku tak bisa pilih kau yang lebih dulu bakarku, atau kau yang dating dengan hangat dan perlahan membakar setiaku.
Maafkan aku !
Aku ingin miliki kalian berdua.
Tapi ……….
Tapi ……….

Kayu dan Dua Api

Ini memang salahku
Salahku bermain dengan keindahaan, bermain dengan panas bara cinta, api yang setiap saat bisa membuatku jadi debu.
Aku kira dulu aku punya air untuk memadamkannya, tapi ternyata terlambat untuk kupadamakan dan terlanjur menghanguskan kata setia di hatiku.
Entah apa yang kurasakan sekarang.
Aku ingin setia, tapi aku juga tak begitu saja rela memadamkan api lainnya.
Memilih api mana yang harus kupeluk, dan yang satunya akan padam.
Seolah membalik telapak tangan saja susah buatku.
Kenapa?
Kenapa aku tak bisa miliki kedua api ku?
Kenapa aku harus memilih?
Aku hanya ingin jadi kayu yang dibakar kedua apiku, kenapa tidak bisa?
Kayu lain mendesakku menuju api yang lain tapi melihat apiku yang satunya tertawa sedih, aku tak sanggup.
Kenapa tidak apiku yang lain yang memilih kayu lain untuk dibakar dan pergi dariku?
Tapi apa aku juga bisa begitu saja relakan apiku membakar kayu lain?
Jangaaaann !!!!!
Kau milikku, aku lah yang harus dia bakar !
Dilema yang kusebabkan sendiri, yang tak bisa kuputuskan.
Atau haruskah kupadamkan kedua apiku? Jadi bila akau tak bisa di bakar api-apiku maka kayu lainpun tidak.
Maafku aku api – apiku!
Aku yang tak bisa pilih di antara kalian, aku tak bisa pilih kau yang lebih dulu bakarku, atau kau yang dating dengan hangat dan perlahan membakar setiaku.
Maafkan aku !
Aku ingin miliki kalian berdua.
Tapi ……….
Tapi ……….

Jumat, 17 Februari 2012

Aku,Hujan dan Para Angin

Aku sakit
Kenapa semua ini tak bisa mengerti aku, seperti langit yang seolah menertawakanku, seperti waktu yang tak pedulikanku dan terus berlari.
Aku tak lebih dari sebatang kayu yang punya akar tapi kurang dahan dan daun apalagi buah
Bertahan kokoh seolah kuat tapi takkan bisa bertahan lama.
Liat aku sekarang.
Aku bahkan tak mengerti arti kata “suka”, tapi masih mengerti siapa kau di hatiku, mengerti siapa pemilik kerajaan hatiku walau kerajaan itu kini kehilangan pemiliknya.
Aku benci air mata palsu hujan, seolah ikut bersedih bersamaku namun membawa kenangan indah tentangnya, gemiciknya terus membisikkan padaku
“ingatkah kau saat kau memayunginya di bawahku?”
“ingatkah kau kenangan kau mengejarnya yang berlari di bawahku?”
“ingatkah kau ingatan tentangnya yang memelukmu dalam dinginku?”.
Aku memang telah kehilangannya.
Dia memang telah melepas rantai hatiku.
Tapi aku tak mengerti kenapa aku masih tak bisa sedikitpun berhenti menambatkan rinduku padanya, kenapa aku masih rela membuang waktuku hanya untuk bercumbu denagan bayangnya.
Jangan tanya aku, angin!
Aku sama sekali tak mengerti kenapa.
Kau, angin malam, terus saja memintaku membuang semua tentangnya, tapi kau tau membuang bayangnya juga sebuah cakaran di hatiku.
Kau terus bilang bahwa aku akan bahagia dengan yang lain, tapi itu tak terjadi padaku, kau tau bahkan mengenal kata “suka” seperti mengerti rumusan kimia yang tak pernah sama sekali kuketahui, apalagi meletakkan hatiku pada hati yang lain.
Kalian para angin, yang kalian lakukan hanya menabah satu lagi sayatan hatiku, bisakah kalian berhenti ikut campur dalam lukaku.
Diamlah!
Aku hanya ingin menulis ulang ceritaku dengannya, kali ini takkan ada akhir.